TAUKAH ALAM JIN??
Jin memang diakui keberadaannya dalam
syariat. Sayangnya, banyak masyarakat yang menyikapinya dengan dibumbui
klenik mistis. Bahkan belakangan, tema jin dan alam ghaib menjadi salah
satu komoditi yang menyesaki tayangan berbagai media.
Fenomena alam jin akhir-akhir ini
menjadi topik yang ramai diperbincangkan dan hangat di bursa obrolan.
Menggugah keinginan banyak orang untuk mengetahui lebih jauh dan
menyingkap tabir rahasianya, terlebih ketika mereka banyak disuguhi
tayangan-tayangan televisi yang sok berbau alam ghaib. Lebih parah lagi,
pembahasan seputar itu tak lepas dari pemahaman mistik yang menyesatkan
dan membahayakan aqidah. Padahal alam ghaib, jin, dan sebagainya
merupakan perkara yang harus diimani keberadaannya dengan benar.
Membahas topik seputar jin sendiri sejatinya sangatlah panjang. Sampai-sampai guru kami Asy-Syaikh Muqbil bin
Hadi rahimahullahu mengatakan: “Bila ada seseorang yang menulisnya,
tentu akan keluar menjadi sebuah buku seperti Bulughul Maram atau
Riyadhus Shalihin, dilihat dari sisi klasifikasinya, yang muslim dan
yang kafir, penguasaan jin dan setan, serta godaan-godaannya terhadap
Bani Adam.”
——————————————RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
——————————————
Keagamaan Kaum Jin
Jin tak jauh berbeda dengan Bani Adam. Di
antara mereka ada yang shalih dan ada pula yang rusak lagi jahat.
Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menghikayatkan mereka:
وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ وَمِنَّا دُوْنَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا
“Dan sesungguhnya di antara kami ada
orang-orang yang shalih dan di antara kami ada (pula) yang tidak
demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (Al-Jin:
11)
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَمِنَّا الْقَاسِطُوْنَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا
“Dan sesungguhnya di antara kami ada
orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran.” (Al-Jin: 14)
Di antara mereka ada yang kafir, jahat
dan perusak, ada yang bodoh, ada yang sunni, ada golongan Syi’ah, serta
ada juga golongan sufi.
Diriwayatkan dari Al-A’masy, beliau berkata: “Jin pernah datang menemuiku, lalu kutanya: ‘Makanan apa yang kalian sukai?’ Dia
menjawab: ‘Nasi.’ Maka kubawakan nasi untuknya, dan aku melihat sesuap
nasi diangkat sedang aku tidak melihat siapa-siapa. Kemudian aku
bertanya: ‘Adakah di tengah-tengah kalian para pengikut hawa nafsu
seperti yang ada di tengah-tengah kami?’ Dia menjawab: ‘Ya.’
‘Bagaimana keadaan golongan Rafidhah yang
ada di tengah kalian?” tanyaku. Dia menjawab: ‘Merekalah yang paling
jelek di antara kami’.”
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Aku
perlihatkan sanad riwayat ini pada guru kami, Al-Hafizh Abul Hajjaj
Al-Mizzi, dan beliau mengatakan: ‘Sanad riwayat ini shahih sampai
Al-A’masy’.” (Tafsir Al-Qur`anul ’Azhim, 4/451)
——————————————RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
——————————————
Mendakwahi Jin
Dakwah memiliki kedudukan yang sangat
agung. Dakwah merupakan bagian dari kewajiban yang paling penting yang
diemban kaum muslimin secara umum dan para ulama secara lebih khusus.
Dakwah merupakan jalan para rasul, di mana mereka merupakan teladan
dalam persoalan yang besar ini.
Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala
mewajibkan para ulama untuk menerangkan kebenaran dengan dalilnya dan
menyeru manusia kepadanya. Sehingga keterangan itu dapat mengeluarkan
mereka dari gelapnya kebodohan, dan mendorong mereka untuk melaksanakan
urusan dunia dan agama sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Dakwah yang diemban Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah dakwah yang universal, tidak terbatas kepada
kaum tertentu tetapi untuk seluruh manusia. Bahkan kaum jin pun menjadi
bagian dari sasaran dakwahnya.
Al-Qur`an telah mengabarkan kepada kita
bahwa sekelompok kaum jin mendengarkan Al-Qur`an, sebagaimana tertera
dalam surat Al-Ahqaf ayat 29-32. Kemudian Allah menyuruh Nabi kita
Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memberitahukan yang demikian itu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا
“Katakanlah (hai Muhammad): ‘Telah
diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan
Al-Qur`an, lalu mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami telah mendengarkan
Al-Qur`an yang menakjubkan’,” dan seterusnya. (Lihat Al-Qur`an surat
Al-Jin: 1)
Tujuan dari itu semua adalah agar manusia
mengetahui ihwal kaum jin, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
diutus kepada segenap manusia dan jin. Di dalamnya terdapat petunjuk
bagi manusia dan jin serta apa yang wajib bagi mereka yakni beriman
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rasul-Nya, dan hari akhir. Juga taat
kepada Rasul-Nya dan larangan dari melakukan kesyirikan dengan jin.
Jika jin itu sebagai makhluk hidup,
berakal dan dibebani perintah dan larangan, maka mereka akan mendapatkan
pahala dan siksa. Bahkan karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
diutus kepada mereka, maka wajib atas seorang muslim
untuk memberlakukan di tengah-tengah mereka seperti apa yang berlaku di
tengah-tengah manusia berupa amar ma’ruf nahi mungkar dan berdakwah
seperti yang telah disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
Juga seperti yang telah diserukan dan dilakukan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam atas mereka. Bila mereka menyakiti, maka hadapilah
serangannya seperti saat membendung serangan manusia. (Idhahu Ad-Dilalah
fi ‘Umumi Ar-Risalah, hal. 13 dan 16)
Mendakwahi kaum jin tidaklah mengharuskan
seseorang untuk terjun menyelami seluk-beluk alam dan kehidupan mereka,
serta bergaul langsung dengannya. Karena semua ini tidaklah
diperintahkan. Sebab, lewat majelis-majelis ta’lim dan kegiatan dakwah
lainnya yang dilakukan di tengah-tengah manusia berarti juga telah
mendakwahi mereka.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu berkata: “Bisa jadi ada sebagian orang mengira bahwa para jin itu tidak menghadiri majelis-majelis ilmu. Ini adalah sangkaan yang keliru. Padahal tidak ada yang dapat mencegah mereka untuk menghadirinya, kecuali di antaranya ada yang mengganggu dan ada setan-setan.
Maka kita katakan:
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu berkata: “Bisa jadi ada sebagian orang mengira bahwa para jin itu tidak menghadiri majelis-majelis ilmu. Ini adalah sangkaan yang keliru. Padahal tidak ada yang dapat mencegah mereka untuk menghadirinya, kecuali di antaranya ada yang mengganggu dan ada setan-setan.
Maka kita katakan:
وَقُلْ رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ. وَأَعُوْذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُوْنِ
“Ya
Rabbku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan
aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka
kepadaku.” (Al-Mu`minun: 97-98) [lihat Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal
Jin]
——————————————RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
——————————————
Adakah Rasul dari Kalangan Jin?
Para ulama berselisih pendapat tentang
masalah ini, apakah dari kalangan jin ada rasul, ataukah rasul itu hanya
dari kalangan manusia? Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَامَعْشَرَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّوْنَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي وَيُنْذِرُوْنَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِيْنَ
“Wahai golongan jin dan manusia, apakah
belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri yang
menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu
terhadap pertemuanmu dengan hari ini?” Mereka berkata: ‘Kami menjadi
saksi atas diri kami sendiri’. Kehidupan dunia telah menipu mereka, dan
mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adalah
orang-orang yang kafir.” (Al-An’am: 130)
Sebagian
ulama berdalil dengan ayat ini untuk menyatakan bahwa ada rasul dari
kalangan jin. Juga berdalilkan dengan sebuah atsar (riwayat) dari
Adh-Dhahhak ibnu Muzahim. Beliau mengatakan bahwa ada rasul dari
kalangan jin. Yang berpendapat seperti ini di antaranya adalah Muqatil
dan Abu Sulaiman, namun keduanya tidak menyebutkan sandaran (dalil)-nya.
(Zadul Masir, 3/125) Yang benar, wal ’ilmu ’indallah, tidak ada rasul
dari kalangan jin. Dan pendapat inilah yang para salaf dan khalaf berada
di atasnya. Adapun atsar yang datang dari Adh-Dhahhak, telah
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya (12/121). Namun di dalam
sanadnya ada syaikh (guru) Ibnu Jarir yang bernama Ibnu Humaid yakni
Muhammad bin Humaid Abu Abdillah Ar-Razi. Para ulama banyak
membicarakannya, seperti Al-Imam Al-Bukhari telah berkata tentangnya:
“Fihi nazhar (perlu ditinjau kembali, red.).” Al-Imam Adz-Dzahabi
rahimahullahu berkata: “Dia, bersamaan dengan kedudukannya sebagai imam,
adalah mungkarul hadits, pemilik riwayat yang aneh-aneh.” (Siyarul
A’lam An-Nubala`, 11 / 530). Lebih lengkapnya silahkan pembaca merujuk
kitab-kitab al-jarhu wa ta’dil.
Ibnu
Katsir rahimahullahu berkata: “Tidak ada rasul dari kalangan jin
seperti yang telah dinyatakan Mujahid dan Ibnu Juraij serta yang lainnya
dari para ulama salaf dan khalaf. Adapun berdalil dengan ayat –yakni
Al-An’am: 130–, maka perlu diteliti ulang karena masih terdapatnya
kemungkinan, bukan merupakan sesuatu yang sharih (jelas pendalilannya).
Sehingga kalimat ‘dari golongan kamu sendiri’ maknanya adalah ‘dari
salah satu golongan kamu’.” (Lihat Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim, 2/188)
——————————————RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
——————————————
Menikah dengan Jin
Menikah adalah satu-satunya cara terbaik
untuk mendapatkan keturunan. Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala
mensyariatkannya untuk segenap hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang perempuan.”(An-Nuur: 32)
Kaum jin memiliki keturunan dan anak
keturunannya beranak-pinak, sebagaimana manusia berketurunan dan anak
keturunannya beranak-pinak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ
“Patutkah kalian mengambil dia dan
turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku, sedangkan mereka adalah
musuh kalian?” (Al-Kahfi: 50)
Kalangan kaum jin itu ada yang berjenis
laki-laki dan ada juga perempuan, sehingga untuk mendapatkan keturunan
merekapun saling menikah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلاَ جَانٌّ
“Tidak pernah disentuh oleh manusia
sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan
tidak pula oleh jin.” (Ar-Rahman: 56)
Artha’ah Ibnul Mundzir rahimahullahu
berkata: “Dhamrah ibnu Habib pernah ditanya: ‘Apakah jin akan masuk
surga?’ Beliau menjawab: ‘Ya, dan mereka pun menikah. Untuk jin yang
laki-laki akan mendapatkan jin yang perempuan, dan untuk manusia yang
jenis laki-laki akan mendapatkan yang jenis perempuan’.” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, 4/288)
Termasuk kasih sayang Allah Subhanahu wa
Ta’ala terhadap Bani Adam, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan untuk
mereka suami-suami atau istri-istri dari jenis mereka sendiri. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Rum: 21)
Perkara ini, yakni pernikahan antara
manusia dengan manusia adalah hal yang wajar, lumrah dan sesuai tabiat,
karena adanya rasa cinta dan kasih sayang di tengah-tengah mereka.
Persoalannya, mungkinkah terjadi pernikahan antara manusia dengan jin,
atau sebaliknya jin dengan manusia?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullahu berkata: “Pernikahan antara manusia dengan jin memang ada
dan dapat menghasilkan anak. Peristiwa ini sering terjadi dan populer.
Para ulama pun telah menyebutkannya. Namun kebanyakan para ulama tidak
menyukai pernikahan dengan jin.” (Idhahu Ad-Dilalah hal. 16) 1
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu
mengatakan: “Para ulama telah berselisih pendapat tentang perkara ini
sebagaimana dalam kitab Hayatul Hayawan karya Ad-Dimyari. Namun
menurutku, hal itu diperbolehkan, yakni laki-laki yang muslim menikahi
jin wanita yang muslimah. Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepada-nya…” (Ar-Rum: 21),
maka –maknanya– ini adalah anugrah yang
terbesar di mana manusia yang jenis laki-laki menikah dengan manusia
yang jenis perempuan, dan jin laki-laki dengan jin perempuan.
Tetapi jika seorang laki-laki dari
kalangan manusia menikah dengan seorang perempuan dari kalangan jin,
maka kita tidak memiliki alasan dari syariat yang dapat mencegahnya.
Demikian juga sebaliknya. Hanya saja Al-Imam Malik rahimahullahu tidak
menyukai bila seorang wanita terlihat dalam keadaan hamil, lalu dia
ditanya: “Siapa suamimu?” Dia menjawab: “Suamiku dari jenis jin.”
Saya (Asy-Syaikh Muqbil) katakan:
“Memungkinkan sekali fenomena yang seperti ini membuka peluang
terjadinya perzinaan dan kenistaan.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal
Jin)
——————————————RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
——————————————
Meminta Bantuan Jin
Sangat rasional dan amatlah sesuai dengan
fitrah bila yang lemah meminta bantuan kepada yang kuat, dan yang
kekurangan meminta bantuan kepada yang serba kecukupan.
Manusia lebih mulia dan lebih tinggi
kedudukannya daripada jin. Sehingga sangatlah jelek dan tercela bila
manusia meminta bantuan kepada jin. Selain itu, bila ternyata yang
dimintai bantuannya adalah setan, maka secara perlahan, setan itu akan
menyuruh kepada kemaksiatan dan penyelisihan terhadap agama Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ اْلإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا
“Dan bahwasanya ada beberapa orang
laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa
laki-laki di antara jin. Maka jin-jin itu menambah ketakutan bagi
mereka.” (Al-Jin: 6)
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:
“Ada sekelompok orang dari kalangan manusia yang menyembah beberapa dari
kalangan jin, lalu para jin itu masuk Islam. Sementara sekelompok
manusia yang menyembahnya itu tidak mengetahui keislamannya, mereka
tetap menyembahnya sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela mereka.”
(Diambil dari Qa’idah ’Azhimah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal. 24)
Jin tidak mengetahui perkara yang ghaib
dan tidak punya kekuatan untuk memberikan kemudharatan tidak pula
mendatangkan kemanfaatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلاَّ دَابَّةُ اْلأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُوْنَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِيْنِ
“Maka tatkala Kami telah menetapkan
kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kematiannya itu kepada
mereka kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah
tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau mereka mengetahui yang ghaib
tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (Saba`: 14)
Jin tidak memiliki kemampuan untuk
menolak mudharat atau memindahkannya. Jin tidak bisa mentransfer
penyakit dari tubuh manusia ke dalam tubuh binatang. Demikian pula
manusia, tidak punya kemampuan untuk itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَمَا كَانَ لَهُ عَلَيْهِمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلاَّ لِنَعْلَمَ مَنْ يُؤْمِنُ بِاْلآخِرَةِ مِمَّنْ هُوَ مِنْهَا فِي شَكٍّ وَرَبُّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيْظٌ. قُلِ ادْعُوا الَّذِيْنَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُوْنِ اللهِ لاَ يَمْلِكُوْنَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَوَاتِ وَلاَ فِي اْلأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيْهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيْرٍ
“Dan tidak adalah kekuasaan Iblis
terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa
yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat dari siapa yang ragu-ragu
tentang itu. Dan Rabbmu Maha Memelihara segala sesuatu. Katakanlah:
‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai sesembahan) selain Allah,
mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di
bumi. Dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan)
langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi
pembantu bagi-Nya’.” (Saba`: 21-22)
——————————————RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
——————————————
Gangguan Jin
Secara umum, gangguan jin merupakan
sesuatu yang tidak diragukan lagi keberadaannya, baik menurut
pemberitaan Al-Qur`an, As-Sunnah, maupun ijma’. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan jika setan mengganggumu dengan suatu
gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Fushshilat: 36)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ عَرَضَ لِي فَشَدَّ عَلَيَّ لِيَقْطَعَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ فَأَمْكَنَنِي اللهُ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أُوْثِقَهُ إِلَى سَارِيَةٍ حَتَّى تُصْبِحُوا فَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ فَذَكَرْتُ قَوْلَ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِ السَّلاَم: رَبِّ هَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي. فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِيًا
“Sesungguhnya setan menampakkan diri di
hadapanku untuk memutus shalatku. Namun Allah memberikan kekuasaan
kepadaku untuk menghadapinya. Maka aku pun membiarkannya. Sebenarnya aku
ingin mengikatnya di sebuah tiang hingga kalian dapat menontonnya. Tapi
aku teringat perkataan saudaraku Sulaiman ‘alaihissalam: ‘Ya Rabbi
anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun
sesudahku’. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina.” (HR. Al-Bukhari
no. 4808, Muslim no. 541 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam sedang mendirikan shalat, lalu didatangi setan. Beliau
memegangnya dan mencekiknya. Beliau bersabda:
حَتَّى إِنِّي لأَجِدُ بَرْدَ لِسَانِهِ فِي يَدَيَّ
“Hingga tanganku dapat merasakan lidahnya
yang dingin yang menjulur di antara dua jariku: ibu jari dan yang
setelahnya.” (HR. Ahmad, 3/82-83 dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu
‘anhu)
Diriwayatkan dari ‘Utsman bin Abil ‘Ash radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ حَالَ بَيْنِي وَبَيْنَ صَلاَتِي وَقِرَاءَتِي يَلْبِسُهَا عَلَيَّ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْهُ وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلاَثًا. قَالَ: فَفَعَلْتُ ذَلِكَ فَأَذْهَبَهُ اللهُ عَنِّي
“Wahai Rasulullah, setan telah menjadi
penghalang antara diriku dan shalatku serta bacaanku.” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Itulah setan yang bernama
Khanzab. Jika engkau merasakannya, maka berlindunglah kepada Allah
darinya dan meludahlah ke arah kiri tiga kali.” Aku pun melakukannya dan
Allah telah mengusirnya dari sisiku. (HR. Muslim no. 2203 dari Abul
’Ala`)
Gangguan jin juga bisa berupa masuknya
jin ke dalam tubuh manusia yang diistilahkan orang sekarang dengan
kesurupan atau kerasukan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullahu berkata: “Keberadaan jin merupakan perkara yang benar
menurut Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta kesepakatan salaful ummah
dan para imamnya. Demikian pula masuknya jin ke dalam tubuh manusia
adalah perkara yang benar dengan kesepakatan para imam Ahlus Sunnah wal
Jamaah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)
Dan dalam hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ
“Sesungguhnya setan itu berjalan di dalam diri anak Adam melalui aliran darah.”
Tidak ada imam kaum muslimin yang
mengingkari masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan. Siapa yang
mengingkarinya dan menyatakan bahwa syariat telah mendustakannya,
berarti dia telah mendustakan syariat itu sendiri. Tidak ada dalil-dalil
syar’i yang menolaknya.” (Majmu’ul Fatawa, 24/276-277, diambil dari
tulisan Asy-Syaikh Ibnu Baz, Idhahul Haq)
Ibnul Qayyim juga telah panjang lebar menerangkan masalah ini. (Lihat Zadul Ma’ad, 4/66-69)
——————————————RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
——————————————
Golongan yang Mengingkari Masuknya Jin ke dalam Tubuh Manusia (Kesurupan)
a. Kaum orientalis, musuh-musuh Islam yang tidak percaya kecuali kepada hal-hal yang bisa diraba panca indra.
b. Para ahli filsafat dan antek-anteknya,
mereka mengingkari keberadaan jin. Maka secara otomatis merekapun
mengingkari merasuknya jin ke dalam tubuh manusia.
c. Kaum Mu’tazilah, mereka mengakui adanya jin tetapi menolak masuknya jin ke dalam tubuh manusia.
d. Prof. Dr. ‘Ali Ath-Thanthawi, guru
besar Universitas Al-Azhar, Kairo. Ia mengingkari dan mendustakan
terjadinya kesurupan karena jin dan menganggap hal itu hanyalah sesuatu
yang direkayasa (lihat artikel Idhahul Haq fi Dukhulil Jinni Fil Insi,
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu)
e. Dr. Muhammad Irfan. Dalam surat kabar
An-Nadwah tanggal 14/10/1407 H, menyatakan bahwa: “Masuknya jin ke dalam
tubuh manusia dan bicaranya jin lewat lisan manusia adalah pemahaman
ilmiah yang salah 100%.” (Idhahul Haq)
f. Persatuan Islam (PERSIS). Dalam Harian
Pikiran Rakyat tanggal 5 September 2005, mengeluarkan beberapa
pernyataan yang diwakili Dewan Hisbahnya, sebagai berikut: “Poin 7
…Tidak ada kesurupan jin, keyakinan dan pengobatan kesurupan jin adalah
dusta dan syirik.”
Semua pengingkaran atas kemampuan
masuknya jin ke dalam tubuh manusia adalah batil. Hanya terlahir dari
sedikitnya ilmu akan perkara-perkara yang syar’i dan terhadap apa yang
ditetapkan ahlul ilmi dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Abdullah
bin Ahmad bin Hambal berkata: “Aku pernah berkata pada ayahku:
‘Sesungguhnya ada sekumpulan kaum yang berkata bahwa jin tidak dapat
masuk ke tubuh manusia yang kerasukan.’ Maka ayahku berkata: ‘Wahai
anakku, tidak benar. Mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara
lewat lidahnya’.” (Idhahu Ad-Dilalah, atau lihat Majmu’ul Fatawa, 19/10)
Berikut ini pernyataan para mufassir (ahli tafsir) berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang makan riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)
Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari
rahimahullahu mengatakan: “Yakniq bahwa orang-orang yang menjalankan
praktek riba ketika di dunia, maka pada hari kiamat nanti akan bangkit
dari dalam kuburnya seperti bangkitnya orang yang kesurupan setan yang
dirusak akalnya di dunia. Orang itu seakan kerasukan setan sehingga
menjadi seperti orang gila.” (Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur`an, 3/96)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu
menegaskan: “Ayat ini adalahq argumen yang mementahkan pendapat orang
yang mengingkari adanya kesurupan jin dan menganggap yang terjadi
hanyalah faktor proses alamiah dalam tubuh manusia serta bahwa setan
sama sekali tidak dapat merasuki manusia.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an,
3/355)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu
berkata: “Yakni mereka tidak akanq bangkit dari kuburnya pada hari
kiamat melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan setan saat
setan itu merasukinya.” (Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim, 1/359)
——————————————RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
——————————————
Penyebab Kesurupan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullahu menjelaskan bahwa masuknya jin pada tubuh manusia bisa
jadi karena dorongan syahwat, hawa nafsu dan rasa cinta kepada manusia,
sebagaimana yang terjadi antara manusia satu sama lainnya. Terkadang
-atau bahkan mayoritasnya- juga karena dendam dan kemarahan atas apa
yang dilakukan sebagian manusia seperti buang air kecil, menuangkan air
panas yang mengenai sebagian mereka, serta membunuh sebagian mereka
meskipun manusia tidak mengetahuinya.
Kalangan jin juga banyak melakukan
kedzaliman dan banyak pula yang bodoh, sehingga mereka melakukan
pembalasan di luar batas. Masuknya jin ke tubuh manusia terkadang
disebabkan keisengan sebagian mereka dan tindakan jahat yang
dilakukannya. (Idhahu Ad-Dilalah Fi ‘Umumi Ar-Risalah, hal. 16)
Bagaimana kita menghindari gangguan-gangguan itu?
Ibnu Taimiyah rahimahullahu menjelaskan:
“Adapun orang yang melawan permusuhan jin dengan cara yang adil
sebagaimana Allah dan Rasul-Nya perintahkan, maka dia tidak mendzalimi
jin. Bahkan ia taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam menolong orang yang
terdzalimi, membantu orang yang kesusahan, dan menghilangkan musibah
dari orang yang tertimpanya, dengan cara yang syar’i dan tidak
mengandung syirik serta tidak mengandung kedzaliman terhadap makhluk.
Yang seperti ini, jin tidak akan mengganggunya, mungkin karena jin tahu
bahwa dia orang yang adil atau karena jin tidak mampu mengganggunya.
Tapi bila jin itu dari kalangan yang sangat jahat, bisa jadi dia tetap
mengganggunya, tetapi dia lemah. Untuk yang seperti ini, semestinya ia
melindungi diri dengan membaca ayat Kursi, Al-Falaq, An-Nas (atau bacaan
lain yang semakna, ed), shalat, berdoa, dan semacam itu yang bisa
menguatkan iman dan menjauhkan dari dosa-dosa…” (Idhahu Ad-Dilalah, hal.
138)
Pembaca, demikian yang dapat kami paparkan di sini, mudah-mudahan dapat mewakili apa yang belum lengkap penjelasannya.
Wal’ilmu ’indallah.
1 Di antara ulama yang berpendapat
terlarangnya hal itu adalah Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi
rahimahullahu. Beliau mengatakan: “Saya tidak mengetahui dalam
Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adanya
dalil yang menunjukkan bolehnya pernikahan antara manusia dan jin.
Bahkan yang bisa dijadikan pendukung dari dzahir ayat adalah tidak
bolehnya hal itu.” (Adhwa`ul Bayan, 3/321)
Badruddin Asy-Syibli dalam bukunya Akamul
Mirjan mengemukakan bahwa sekelompok tabi’in membenci pernikahan jin
dengan manusia. Di antara mereka adalah Al-Hasan, Qatadah, Az-Zuhri,
Hajjaj bin Arthah, demikian pula sejumlah ulama Hanafiyah.
Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel inidengan mencantumkan sumbernya yaitu : http://www.asysyariah.com
Comments
Post a Comment